Rabu, 09 Februari 2011

Pendidikan Anak Dalam Islam

Artikel : Kajian Islam - Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits - ,
Pendidikan Anak Dalam Islam
oleh :
Mengalungkan Ayat-ayat al-Qur’an di Leher dengan Tujuan Sebagai Tolak Bala
1. Menulis Ayat-ayat al-Qur’an dan Membawanya Untuk Tolak Bala
Menurut pendapat ulama yang shahih, tidak diperbolehkan menuliskan al-Qur’an dalam bentuk buku atau huruf-huruf kemudian dikalungkan kepada seseorang, karena al-Qur’an diturunkan bukan untuk hal itu. Akan tetapi yang dibolehkan adalah membacakannya untuk orang yang mendapat musibah dan sakit.
Adapun menuliskannya dalam bentuk huruf-huruf kemudian dikalungkan kepada orang yang sedang sakit, maka perbuatan tersebut tidak diperbolehkan berdasarkan pendapat ulama yang shahih. Karena tidak berdasar dan cenderung kepada penghinaan kepada al-Qur’an. Juga karena bisa menjadi wasilah untuk menuliskan yang bukan al-Qur’an, dari jenis-jenis tolak bala yang dipenuhi kesyirikan dan lafazh-lafazh yang tidak dipahami artinya.
Apabila perbuatan mengalungkan ayat-ayat al-Qur’an dibolehkan, maka akan merembet kepada tulisan lain selain al-Qur’an. Akan muncul tulisan-tulisan syirik. Dan inilah yang nyata terjadi di antara para orang-orang bodoh yang sesat. Karena itulah perbuatan ini tidak diperbolehkan dan tidak dibukakan pintu ke arah sana sama sekali. Lebih-lebih lagi bila al-Qur’an dikalungkan untuk tujuan menolak bala yang belum terjadi atau agar orang lain tertarik kepadanya. Perbuatan ini sama sekali tidak diperbolehkan, tanpa perselisihan antara ulama sebatas yang saya ketahui. [1]
2. Menulis Ayat-ayat al-Qur’an dan Mengalungkannya di Leher
Telah diriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwasanya beliau bersabda,
إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالطِّوَلَةَ شِرْكٌ
“Sesungguhnya ruqyah, jimat-jimat dan pengasihan adalah kesyirikan.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Al Hakim, dishahihkan oleh Ahmad, Abu Ya’la dan Al-Hakim).
Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيْمَةً فَلاَ أَتَمَّ اللهُ لَهُ وَمَنْ تَعَلَّقَ وَدَعَةً فَلاَ وَدَعَ اللهُ لَهُ
“Barangsiapa menggantungkan jimat, semoga Allah tidak mengabulkan keinginannya dan barangsiapa menggantungkan wada’ah (penangkal penyakit) semoga Allah tidak memberi ketenangan pada dirinya.” [2]
Imam Ahmad meriwayatkan dari jalur lain dari Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu dengan lafazh :
مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيْمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ
“Barangsiapa mengalungkan jimat, maka ia telah berlaku syirik.” [3]
Hadits-hadits lain yang semakna dengan ini banyak jumlahnya.
Jimat adalah sesuatu yang dikalungkan kepada anak-anak atau yang lain dengan tujuan untuk menolak mata jahat, jin, penyakit dan lain-lain. Sebagian orang menyebutnya Hirz atau Jamiah. [4] Jimat ada dua macam:
Pertama: Terbentuk dari nama-nama setan, tulang-tulang, paku, yaitu dengan tulisan-tulisan yang terputus-putus dan sejenisnya. Jenis ini jelas haram, tanpa ada kesangsian sama sekali, dikarenakan banyaknya dalil yang menunjukkan keharamannya.
Menggunakannya termasuk syirik kecil menurut hadits-hadits ini. Namun bisa menjadi syirik besar bila penggunanya menganggap bahwa jimat itulah yang menjaganya dan menyembuhkan penyakitnya, atau menolak bala tanpa ada campur tangan dari Allah dan kehendak-Nya.
Jenis kedua: Terbuat dari tulisan ayat-ayat al-Qur’an dan doa-doa nabi dan sejenisnya dari golongan doa-doa yang baik. Dalam jenis ini para ulama berbeda pendapat mengenainya. Sebagian membolehkannya dengan alasan tergolong sebagai ruqyah yang diperbolehkan. Dan sebagian lainnya tidak membolehkannya dan berpendapat bahwa jenis ini termasuk haram, dengan dua dasar:
Pertama: Keumuman hadits yang melarang jimat-jimat, ancaman bagi pelakunya dan dihukumi sebagai kesyirikan. Maka tidak boleh mengkhususkan jimat dan membolehkannya kecuali dengan dalil syar’i, sementara dalil yang menunjukkan pengkhususan tersebut tidak ada.
Adapun ruqyah, telah ada dalil dari hadits-hadits shahih yang menunjukkan, bahwa apabila ruqyah terdiri dari ayat-ayat al-Qur’an dan doa-doa yang dibolehkan, maka hukumnya boleh, bila diucapkan dengan lisan yang bisa dimengerti dan tidak menganggap bahwa ruqyah itulah yang mendatangkan manfaat. Tapi dengan keyakinan bahwa ruqyah itu hanya sebagai sebab dari datangnya manfaat yang diinginkan. Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:
لاَ بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ شِرْكًا
“Diperbolehkan menggunakan mantera (ruqyah) selama tidak mengandung kesyirikan.” [5]
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan sebagian shahabat beliau pernah melakukan ruqyah. Beliau bersabda:
لاَ رُقْيَةَ إِلاَّ مِنْ عَيْنٍ أَوْ حُمَّةٍ
“Tidak ada ruqyah selain untuk menyembuhkan dari pandangan mata jahat atau gigitan hewan berbisa.” [6]
Hadits-hadits dalam masalah ini banyak.
Adapun mengenai jimat, tidak ada satu dalilpun yang mengkhususkannya, maka wajib untuk mengharamkan segala jenis jimat, sebagai pengamalan dari dalil-dalil umum.
Dalil kedua: Menjaga terjadinya kesyirikan. Ini adalah perkara besar dalam syari’at Islam. Telah dimaklumi, bahwa apabila kita membolehkan jimat dari ayat-ayat al-Qur’an dan doa-doa lainnya, maka pintu kesyirikan akan mulai terbuka. Jimat yang diharamkan tersamarkan dengan jimat yang diperbolehkan. Hingga kemudian sangat susah untuk membedakan antara keduanya. Karenanya maka wajib hukumnya untuk menutup pintu yang menuju kepada kesyirikan.
Pendapat inilah yang benar, berdasarkan kejelasan dalil-dalilnya. [7]
3. Menggantungkan Jimat dari al-Qur’an dan Sejenisnya
Jimat-jimat yang biasa dipakai oleh manusia ada dua jenis:
Pertama: Terbuat dari selain al-Qur’an.
Kedua: Terbuat dari al-Qur’an. Dalam hal ini pendapat para ulama terbagi menjadi dua.
Pendapat pertama, tidak boleh memakainya. Inilah pendapat Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas, dan pendapat yang nampak dari Hudzaifah, Uqbah bin Amir dan Ibnu Ukaim. Diikuti pula oleh para tabi’in, di antaranya para shahabat Ibnu Mas’ud. Termasuk Ahmad, dalam suatu riwayat yang dipilih oleh sebagian besar para shahabat dan orang-orang yang datang setelahnya.
Pendapat ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, Abu Dawud dan selain keduanya, dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Saya mendengar shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ
“Sesungguhnya ruqyah, jimat-jimat dan pengasihan itu termasuk syirik.” [8]
Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh rahimahullah [9] berkata, “Inilah yang benar, berdasarkan tiga hal, yang nampak bagi orang yang mau memperhatikan.
Pertama: Keumuman larangan dan ketiadaan dalil yang mengkhususkannya.
Kedua: Menjaga agar tidak terjadi yang tidak diinginkan (saddudz dzari’ah), karena bisa menyebabkan pemakaian jimat yang bukan dari al-Qur’an.
Ketiga: Dengan menggunakannya, maka ia bisa menghinakan al-Qur’an karena jimat itu akan ikut terbawa olehnya ketika buang air besar, istinja’ dan sejenisnya.
Pendapat kedua: Dibolehkan memakai jimat yang terbuat dari ayat-ayat al-Qur’an dan doa-doa syar’i. Ini pendapat Abdullah bin Amr bin ‘Ash, dan yang nampak dari pendapat ‘Aisyah. Pendapat ini diikuti oleh Abu Ja’far al-Baqir dan Ahmad dalam suatu riwayat. Sementara hadits yang melarang ditafsirkan sebagai larangan untuk jimat yang mengandung kesyirikan. [10]
Adapun jimat yang terbuat dari selain al-Qur’an, seperti tulang-tulang, rumah kerang / siput, rambut serigala dan sejenisnya, jelas suatu kemungkaran yang diharamkan dengan dalil nash. Tidak boleh memakainya untuk anak-anak atau selainnya, berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:
مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيْمَةً فَلاَ أَتَمَّ اللهُ لَهُ وَمَنْ تَعَلَّقَ وَدَعَةً فَلاَ وَدَعَ اللهُ لَهُ
“Barangsiapa menggantungkan jimat, semoga Allah tidak mengabulkan keinginannya dan barangsiapa menggantungkan wada’ah (penangkal penyakit) semoga Allah tidak memberi ketenangan pada dirinya.” [11]
مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيْمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ
“Barangsiapa mengalungkan jimat, maka ia telah berlaku syirik.” [12]
4. Menjama’ Antara Hadits yang Melarang dan Membolehkan Dalam Masalah Ruqyah
Ruqyah yang dilarang adalah ruqyah yang mengandung kesyirikan atau menggunakan perantara kepada selain Allah, atau dengan lafazh-lafazh yang tidak dimengerti artinya. Adapun ruqyah yang tidak mengandung hal-hal yang tersebut di atas adalah ruqyah yang disyari’atkan dan termasuk sebab-sebab kesembuhan yang besar, berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:
لاَ بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ شِرْكًا
“Diperbolehkan menggunakan mantera selama tidak mengandung kesyirikan.” [13]
Dan sabda beliau :
مَنِ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْفَعَ أَخَاهُ فَلْيَنْفَعْهُ
“Barangsiapa bisa memberikan manfaat kepada saudaranya, maka hendaklah ia melakukannya.” [14] (HR. Muslim dalam kitab Shahihnya).
لاَ رُقْيَةَ إِلاَّ مِنْ عَيْنٍ أَوْ حُمَّةٍ
“Tidak ada ruqyah selain untuk menyembuhkan dari pandangan mata jahat atau dari sengatan hewan berbisa.” [15]
Maksudnya adalah tidak ada ruqyah yang lebih manjur selain ruqyah untuk menyembuhkan dua penyakit ini. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah meruqyah dan diruqyah.
Adapun mengalungkan sesuatu kepada orang sakit atau anak-anak maka ini tidak diperbolehkan. Ruqyah yang dikalungkan semacam ini disebut jimat.
Pendapat yang benar dalam hal ini adalah bahwa jimat termasuk jenis syirik yang diharamkan, berdasarkan hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:
مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيْمَةً فَلاَ أَتَمَّ اللهُ لَهُ وَمَنْ تَعَلَّقَ وَدَعَةً فَلاَ وَدَعَ اللهُ لَهُ
“Barangsiapa menggantungkan jimat, semoga Allah tidak mengabulkan keinginannya dan barangsiapa menggantungkan wada’ah (penangkal penyakit) semoga Allah tidak memberi ketenangan pada dirinya.” [16]
مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيْمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ
“Barangsiapa mengalungkan jimat, maka ia telah berlaku syirik.” [17]
إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَ لَةَ شِرْكٌ
“Sesungguhnya ruqyah, jimat-jimat dan pengasihan itu termasuk syirik.” [18]
Sementara itu para ulama masih berbeda pendapat mengenai jimat yang terbuat dari al-Qur’an atau doa-doa yang mubah, apakah termasuk yang diharamkan pula? Yang benar dalam hal ini bahwa jimat dalam jenis ini diharamkan, berdasarkan dua segi:
Pertama: Keumuman hadits yang melarangnya, yang mencakup jimat dengan Al-Qur’an maupun dengan selain al-Qur’an.
Kedua: Mencegah terjadinya kesyirikan. Sesungguhnya apabila jimat dari al-Qur’an dibolehkan, maka akan tercampur dengan jimat-jimat dari jenis lain dan tersamarkan hingga terbukalah pintu kesyirikan dengan tersebarnya semua jenis jimat. Telah dimaklumi bahwa mencegah sesuatu yang bisa menyebabkan kepada kesyirikan dan kemaksiatan termasuk kaidah syar’iyah terbesar. [19]
5. Membawa Kitab al-Hisnul Hassin dan Sejenisnya Sebagai Tolak Bala
Membawa buku-buku semisal al-Hasnul Hassin, Hirzul Jausy, Sab’atul Uqud dan sejenisnya dengan tujuan untuk menjadikannya sebagai penolak bala, tidak diperbolehkan. [20]
6. Mengkhususkan Surat-surat al-Kahf, as-Sajdah, Yasin, Fushilat, ad-Dukhan, al-Waqi’ah, al-Hasyr dan al-Mulk Sebagai Ayat-ayat Penyelamat
Setiap ayat dan surat dalam al-Qur’an merupakan penyembuh hati, rahmat dan petunjuk bagi orang-oang yang beriman serta penyelamat bagi orang yang berpegang teguh dengannya dan mengambil petunjuknya dari kekufuran, kesesatan dan adzab yang pedih.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah menerangkan dengan ucapan, perbuatan dan persetujuannya terhadap diperbolehkan ruqyah [21], tapi tidak ada riwayat dari beliau bahwa beliau mengkhususkan delapan surat dalam al-Qur’an ini sebagai surat-surat penyelamat. Yang ada justru bahwa beliau memohonkan perlindungan untuk dirinya sendiri dengan surat al-Ikhlas, al-Falaq dan an-Naas, yang beliau baca tiga kali kemudian beliau tiupkan ke kedua telapak tangan setiap kali selesai, lalu mengusapkannya ke seluruh tubuh yang bisa dijangkau. [22]
Abu Said pernah meruqyah dengan al-Fatihah kepala suatu kaum kafir yang disengat binatang berbisa hingga ia sembuh dengan izin Allah Subhanahu wa ta'ala, dan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam membolehkan hal tersebut. [23]
Beliau juga membolehkan ruqyah dengan bacaan ayat Kursi ketika hendak tidur dan bahwa yang membacanya tidak akan didekati setan pada malam tersebut. [24]
Maka barangsiapa mengkhususkan surat-surat yang telah tersebut di atas sebagai surat-surat penyelamat, maka berarti ia bodoh dan telah berbuat bid’ah. Barangsiapa mengurutkan surat-surat ini dan memisahkan dari surat-surat lainnya dalam al-Qur’an, dengan tujuan mencari keselamatan, penjagaan diri dan mencari berkah, maka ia telah bermaksiat karena telah mengingkari urutan Mushaf Utsmany yang telah disepakati oleh para shahabat radhiyallahu ‘anhum dan telah meninggalkan sebagian besar al-Qur’an dengan mengkhususkan sebagian kecil, yang tidak pernah dikhususkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam atau salah seorang dari shahabatnya.
Dengan demikian maka wajib hukumnya untuk melarang perbuatan ini dan mencegah pencetakan model ini, sebagai pengingkaran terhadap kemungkaran. [25]
7. Membacakan Ayat al-Qur’an Atas Air Zam-Zam
Diriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwasanya beliau minum air zamzam, membawanya dan menganjurkan untuk meminumnya. Beliau bersabda,
مَاءُ زَمْزَمَ لِمَا شُرِبَ لَهُ
“Air zam-zam berkhasiat untuk tujuan meminumnya.” [26]
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mendatangi tempat air dan minta minum darinya. Al-Abbas berkata, “Wahai Fadhl, pergilah ke ibumu dan ambilkan air minum untuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.” Rasulullah berkata, “Berilah aku minum.” Ibnu Abbas berkata, “Wahai Rasulullah, orang-orang telah memasukkan tangan-tangan mereka ke dalam air ini.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Berilah aku minum.” Maka beliau pun meminum dari air itu. Kemudian beliau mendatangi zamzam sementara orang-orang sedang memberi minum dan melakukan sesuatu di dalamnya. Beliau bersabda, “Lakukanlah karena kalian berada di atas suatu perbuatan yang baik.” Kemudian beliau meneruskan, “Kalaulah tidak kalian dahului, niscaya aku akan turun dengan mengenakan ikatan.” Maksudnya ikatan di kepalanya, beliau menunjuk kepada kepalanya. [27] (HR. Al-Bukhari).
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
مَاءُ زَمْزَمَ لِمَا شُرِبَ لَهُ إِنْ شَرِبْتَهُ تَسْتَشْفِيْ بِهِ شَفَا كَ اللهُ وَإِنْ شَرِبْتَهُ يُشْبِعُكَ أَشْبَعَكَ اللهُ بِهِ وَإِنْ شَرِبْتَهُ لِقَطْعِ ظَمْئِكَ قَطَعَهُ اللهُ وَهِيَ هَزِ مَةُ جِبْرِيْلَ وَسُقْيَا إِسْمَاعِيْلَ
“Air zamzam berkhasiat untuk tujuan meminumnya. Jika engkau meminumnya untuk tujuan meminta kesembuhan, maka Allah akan menyembuhkanmu. Jika engkau meminumnya agar kenyang, maka Allah akan mengenyangkanmu. Jika engkau meminumnya untuk menghilangkan kehausanmu, maka Allah akan menghilangkan hausmu. Zamzam adalah galian Jibril dan minuman Ismail.” [28] (HR. ad-Daruquthni dan al-Hakim).
Diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwasanya beliau membawa air zamzam dan mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah membawanya. [29] (HR. At-Tirmidzi).
Dan masih banyak lagi hadits-hadits tentang fadhilah air zamzam dan kekhususannya.
Hadits-hadits ini meski sebagian ada beberapa catatan atasnya, tapi sebagian ulama menshahihkannya dan dilakukan oleh para shahabat, dan perbuatan itu terus dilakukan hingga saat ini. Hal ini dikuatkan oleh hadits riwayat Muslim dalam shahihnya bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda tentang air zamzam,
إِنَّهَا مُبَارَكَةٌ وَإِنَّهَا طَعَامُ طُعْمٍ
“Sesungguhnya ia membawa keberkahan dan makanan yang mengenyangkan.”
Abu Dawud meneruskan dengan sanad yang shahih,
وَشِفَاءُ سَقَمٍ
“Dan penyembuh penyakit.”
Tapi tidak ada riwayat dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwasanya beliau membacakan ayat al-Qur’an atas air zamzam untuk diminumkan kepada salah seorang dari shahabatnya, atau mengusapkannya untuk suatu tujuan atau untuk meringankan suatu penyakit, meski keberkahan air zamzam sedemikian tinggi, manfaatnya yang nyata dan keinginan beliau yang kuat untuk memberikan kebaikan untuk umatnya. Padahal beliau sempat merasa sayang untuk meninggalkan zamzam sebelum hijrah dan dalam umrahnya berkali-kali serta haji yang dilakukan beliau setelah hijrah. Meski demikian tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa beliau menyuruh para shahabatnya untuk membacakan sesuatu atas air zamzam untuk penyembuhan sebagaimana air-air yang lain padahal hal tersebut lebih pantas untuk dilakukan atas air zamzam dikarenakan adanya keberkahan dan penyembuhan padanya, berdasarkan hadits-hadits yang telah disebutkan di atas. [30]

Catatan Kaki
[1] Fatwa Syaikh Al-Fauzan, Nur ‘Alad Darbi, Juz I, I’dad Fayis Musa Abu Syaikhah.
[2] Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam kitab Musnadnya 4/154.
[3] Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam kitab Musnadnya, 4/156 dari hadits Uqbah bin Amir Al Juhani radhiyallahu ‘anhu.
[4] Adapun pengasihan adalah jimat yang diyakini bisa menjadikan suami sayang kepada istrinya atau sebaliknya.
[5] Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2200 dalam kitab Salaam, bab “Diperbolehkan meruqyah selama tidak mengandung kesyirikan.” Adapun sabda beliau, “Sesungguhnya ruqyah, jimat-jimat dan pengasihan itu termasuk syirik.” Maksudnya adalah ruqyah yang tidak syar’i dengan menyebut nama-nama setan dan jin serta nama-nama asing lainnya.
[6] Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya, 4/438 dan at-Tirmidzi no. 2957 dalam kitab ath-Thib, bab (15), Abu Dawud, no. 3884 dalam kitab ath-Thib, bab (17).
[7] Majmu’ Fatawa wa Maqalatusy Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, 1/383-385.
[8] Cuplikan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam hadits panjang (1/381) dengan no. 3615 dan ia berkata, “Hadits ini hasan.” Dan diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 3883 dalam kitab ath-Thibb, bab “Menggantungkan jimat-jimat.”
[9] Lihat Fathul Majid, Syarah Kitab Tauhid, karangan Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh, tahqiq Dr. al-Walid bin Abdurrahman Alu Furayyan, 1/244.
[10] Lihat Fatawa wa Rasailusy Syaikh Ibnu Baz rahimahullah, editor Abdussalam Ya’qub, 1/88.
[11] Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam kitab Musnad-nya, 4/154.
[12] Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam kitab Musnad-nya, 4/156 dari hadits Uqbah bin Amir radhiyallahu.
[13] Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2200 dalam kitab Salaam, bab “Diperbolehkan meruqyah selama tidak mengandung kesyirikan.”.
[14] Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2199/61 kitab as-Salaam, bab “Disunnahkannya Ruqyah untuk mengobati mata jahat (sawan), (gigitan) semut, dan pandangan.”
[15] Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya, 4/438 dan at-Tirmidzi, no. 2957 dalam kitab ath-Thib, bab (15), Abu Dawud, no. 3884 dalam kitab ath-Thib, bab (17).
[16] Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam kitab Musnadnya, 4/154.
[17] Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam kitab Musnadnya, (4/156) dari hadits Uqbah bin Amir Al-Juhani radhiyallahu ‘anhu.
[18] Cuplikan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam hadits panjang, 1/381 dengan no. 3615 dan ia berkata, “Hadits ini hasan.” Dan diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 3883 dalam kitab ath-Thibb, bab “Menggantungkan jimat-jimat.”
[19] Fatawa wa Rasa’ilusy Syaikh Bin Baz rahimahullah, editor Abdussalam Ya’qub, 1/96 – 97.
[20] Fatawa wa Rasa’ilusy Syaikh Bin Baz rahimahullah, editor Abdussalam Ya’qub, 1/150.
[21] Diriwayatkan oleh Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memberi keringanan untuk membolehkan ruqyah dari mata jahat (sawan), sengatan dan (gigitan) semut.” Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2196 kitab as-Salaam, bab “Disunnahkannya ruqyah dari mata jahat (sawan)”.
Dari Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Kami pernah melakukan ruqyah pada jaman jahiliyah, kemudian kami bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana hukum ruqyah kami tersebut ?” Beliau menjawab, “Tunjukkan padaku ruqyah kalian tersebut. Tidak mengapa menggunakan ruqyah selama tidak mengan-dung kesyirikan.” HR. Muslim, no. 2200 kitab As-Salaam, bab “Diperbolehkan ruqyah selama tidak mengandung kesyirikan”
[22] Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam apabila berkehendak untuk tidur setiap malam, beliau menggabungkan kedua telapak tangannya dan meniupkan kepadanya dengan membaca “Qul Huwallahu Ahad”, “Qul ‘Auudzu Birabbil Falaq” dan surat “Qul ‘Auudzu Birabbin Naas” kemudian beliau mengusapkan ke seluruh tubuh yang bisa dijangkau, dimulai dari kepalanya, wajahnya dan tubuh bagian depan, dilakukan sebanyak tiga kali.” HR. al-Bukhari, no. 5017 kitab Fadha’ilul Qur’an, bab “Keutamaan tiga surat mu’awwidzaat”.
[23] Kisah tentang Abu Said yang meruqyah salah seorang kepala suku kaum kafir yang disengat binatang berbisa, kemudian sembuh karenanya dengan seizin Allah Subhanahu wa ta'ala, dikisahkan oleh al-Bukhari dalam haditsnya no. 2276 dalam kitab Ijarah, bab “Upah atas ruqyah dengan al-Fatihah terhadap suatu kaum Arab”. Dan diriwayatkan pula oleh Muslim, no. 2201 dalam as-Salaam, bab “Diperbolehkannya mengambil upah atas ruqyah dengan ayat al-Qur’an dan dzikir-dzikir”.
[24] Yaitu pada kisah seorang pencuri yang tertangkap saat datang kepada Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu untuk mencuri harta zakat. Kemudian Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menceritakan pengakuan pencuri tersebut kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka beliau mengatakan bahwa dia adalah setan, dan beliau membenarkan apa yang disebutkan oleh setan tersebut kepada Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu tentang fadhilah ayat Kursi : Jika engkau berkehendak tidur, maka bacalah ayat Kursi, maka niscaya engkau akan selalu dijaga oleh Allah dan engkau tidak akan didekati setan hingga menjelang pagi.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 2311 dalam kitab Wakalah, bab “Jika seseorang mewakilkan kepada orang lain” dan diriwayatkan pula no. 3275 dan 5010.
[25] Fatawa Lajnah Ad-Da’imah, no. 1260.
[26] Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, no. 3062 dan Ahmad dalam Musnad-nya, no. 3/357.
Catatan : Saya telah mendengar Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata tentang hadits : “Air zamzam berkhasiat untuk tujuan meminumnya.” Dalam acara Nur ‘Alad Darbi pada hari Jum’at tanggal 24/4/1420 H, beliau berkata, “Terdapat kelemahan dalam sanad hadits ini.”
[27] Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 1635 kitab Al-Hajj, bab “Memberi minum orang yang berhaji”.
[28] Diriwayatkan oleh al-Hakim, 1/473 dan ad-Daruquthni, 2/279.
[29] Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 963 dan ia berkata, “Hadits ini shahih gharib, tidak diketahui selain dari jalur riwayat ini.” al-Albani menshahihkannya dalam kitab as-Silsilatush Shahihah, no. 883.
[30] Fatawa Lajnah Ad-Da’imah, no. 1515.
Hikmah Al-Quran & Mutiara Hadits : index.php
Versi Online : index.php/?pilih=indexkajian&id=1&section=kj001

Tidak ada komentar:

Posting Komentar